Arsitektur-Interior-Furniture

Pengalaman Membeli Tanah / Lahan

Sudah sejak lama saya selaku penulis memiliki keinginan untuk membangun rumah tinggal sendiri dari nol (tanah kosong). Diantara alasanya adalah penulis kurang cocok dengan bangunan perumahan yang sudah jadi, buatan pengembang perumahan. Penulis yang sedikit (mungkin hanya sekilas saja) mengerti tentang konstruksi bangunan (pada saat itu), meragukan kualitas bangunan yang dibuat pengembang perumahan. Berdasarkan cerita – cerita ataupun berita – berita yang didapatkan, yang cukup membuat penulis ragu. Sehingga penulis lebih suka membangun rumah dari nol secara bertahap. 

Dimulailah penulis mencari informasi tentang lahan yang tepat di lingkungan yang cocok. Hingga panulis mendapat suatu lokasi yang dirasa pas. Lokasi lahan berada di area perkampungan pinggiran (setidaknya anggapan penulis saat itu). Lokasi tidak berada di pusat kota, namun tidak terpencil jauh. Dengan berbagai pertimbangan dan dukungan keluarga, akhirnya penulis membeli tanah tersebut dengan harga yang wajar.

Sebenarnya ada 2 lahan yang berbeda, namun ketika meninjau ke lokasi lahan, keduanya terletak persis bersebelahan.
  • Lahan pertama merupakan hasil pemecahan (1 lahan besar yang di bagi-bagi) yang dilakukan perseorangan oleh pemilik lahan. Penulis mendapatkan 1 lahan di area pojok yang tersisa (mungkin karena letaknya di pojok dan lebar depannya kecil, sehingga jarang peminat).
  • Lahan berikutnya, ternyata tepat di sebelah (samping belakang) lahan pertama. Dan bila digabung akan mendapatkan areak kapling yang besar. Hanya saja akses masuknya hanya dari lahan pertama. Akses lainya masih belum tersedia (secara resmi). Dengan mantap (berikut dukungan dari keluarga), penulis membeli kedua lahan tersebut (penulis agak lupa, mana lahan yang dibeli terlebih dahulu), dan telah terbayang peruntukan lahan kedepanya. Lahan pertama yang memiliki akses jalan, direncanakan sebagai letak rumah tinggal, lahan kedua sebagai area hijau. 

Ada sedikit pengalaman penting yang penulis dapatkan dari membeli tanah tersebut. Yakni kedua tanah kapling tersebut belum memiliki sertifikat resmi. Apalagi lahan pertama, yang belum dipecah secara resmi, namun kemudian dijual pecah-an. Regulasi yang berlaku saat itu di daerah penulis adalah, tanah / kapling dapat dipecah perseorangan paling banyak menjadi 5 bagian / 5 sertifikat. Lebih dari itu pemecah harus berupa perusahaan. 

Dari awal penulis sudah mengetahui kondisi lahan kedua (sebut saja kedua karena awalnya belum direncanakan sebagai letak rumah tinggal), yang belum memiliki jalan resmi. Namun beberapa waktu kemudian, saat penulis akan mulai membangun rumah di lahan pertama, ternyata lahan kedua telah memiliki akses jalan resmi, hal ini diketahui dari keterangan tetangga, berikut bukti patok yang ada. Sebelumnya memang akses jalan merupakan jalan kecil, yang kemungkinan tanah milik warga. Sehingga saat ini kedua kapling yang ada telah memiliki akses jalan sendiri.
ilustrasi kondisi tanah / kapling saat tulisan ini dibuat
 
Tulisan diatas adalah cerita asli yang penulis alami. Beberapa hal yang penulis dapatkan dari pengalaman tersebut antara lain :
  • Teliti sebelum memilih lokasi kapling / rumah yang ingin di jadikan tempat tinggal. Pelajari kondisi lingkungan sekitar.
  • Hati – hati membeli tanah yang belum memiliki sertifikat resmi.
  • Akses jalan merupakan hal yang cukup penting ketika memutuskan membeli sebuah kapling, setidaknya saat proses pembangunan, lalu lintas material cukup lancar, serta lancar pula dalam membawa perabot rumah nantinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut

Cari Blog Ini

studio-rumah.blogspot.com - 2022. Diberdayakan oleh Blogger.